Pukul empat sore pada 31 Mei 1984 itu, mantan Wakil Presiden Adam Malik datang diantar keluarga untuk berobat. Lima hari sebelumnya, si Bung begitulah sebutan Adam baru pulang berobat dari London. “Kondisinya agak parah karena kanker liver,”kata dokter Gunawan Simon.
Tiga ajudan serta anaknya menantunya, mengiringi ke ruang periksa. Di dalam kamar berukuran 2,5 x 3 meter itu, Adam berdiskusi dengannya berjam-jam hingga malam tentang penyakit yang diidapnya. “Dia tahu banyak soal medis dan penyakitnya, hanya minta penyelesaiannya,” ujarnya,”Saya tawarkan dengan metode alternatif, Adam Malik setuju.”
Gara-gara si Bung puluhan pasien dokter yang dianggap “bertangan dingin” antri di teras rumah tak terlayani sejak sore. Maklum, Adam berpesan kedatangannya tidak dibocorkan ke pers. Setelah dua kali datang berobat , kondisi Adam Malik membaik. “Selama dua setengah bulan menyembuh,” kata Gunawan.
Pulihnya kesehatan itu ditandai dengan perjalanan Adam Malik ke Tokyo dan Hongkong pada Agustus 1984. Selain dokter pribadi si Bung, Gunawan ikut mendampingi perjalanan itu. Saat itu, Si Bung terlihat sehat dan mau makan. “Bisa jalan-jalan, sebelumnya parah, nggak bisa turun dari tempat tidur,” ujarnya. Di Tokyo, Adam Malik sempat menyanjung racikan Gunawan di depan pers.
Sepulang melancong, Si Bung yang berusia 67 tahun meninggal mendadak di kediamannya di Bandung pukul delapan pagi, 5 September. Dokter Gunawan yang dihubungi keluarga Adam Malik datang terlambat. “Ketika (saya) datang sudah meninggal.” Dari keterangan keluarga, katanya, setelah bangun tidur Adam sesak nafas lalu tak sadarkan diri. “Kena serangan jantung, meninggal,” ujarnya.
Selama hidup, Si Bung tidak diketahui memiliki riwayat penyakit jantung. “Namanya juga serangan (jantung), siapa pun bisa kena,”katanya.
Dari pujian menjadi cercaan, telunjuk kesalahan mengarah ke Gunawan, kalangan dokter dan pemerintah mempertanyakan racikan yang diberikan pada Adam. Apalagi, Gunawan hanyalah dokter umum, bukan dokter spesialis kanker. Pada Februari 1985, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Bandung di Rumah Sakit Hasan Sadikin menyidangkannya. Gunawan dinilai bersalah karena memberikan langsung obat ke pasien, dan tidak bisa menjelaskan secara ilmiah obat yang diberikan ke Adam Malik, serta tarifnya mahal.
Menteri Kesehatan saat itu, Soewardjono Soerjaningrat, atas rekomendasi IDI mencabut izin praktik Gunawan yang juga dicap sebagai terkun, alias dokter dukun. “Itu tudingan dokter-dokter yang kontra dengan saya,” katanya. Dari hasil analisa Farmasi Institut Teknologi Bandung, obat-obatan yang dipakai Gunawan bukan obat baru, tidak mengandung obat-obatan tradisonal, namun mengandung opium, sitostasika (pencegah pembelahan sel kanker), preparat kortikosteroid (obat yang memiliki sejumlah khasiat untuk beberapa penyakit), antibiotik, dan beberapa obat lain yang cukup dikenal.
Gunawan mengaku tidak menemukan obat baru, hanya memakai kembali obat-obatan yang ada, bisa dibeli di apotik dan meracik sendiri sehingga memiliki khasiat baru. Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung tahun 1972 itu menyebut memakai metode kedokteran barat dengan cara peracikan atau komposisi yang tidak konvensional. Tapi membantah ramuan rahasianya itu memakai herbal apalagi opium. “Kalau (opium) ada di sini pasti saya sudah digerebek polisi,” katanya.
Sejak dicabut izin praktik dokternya pada 1985, Gunawan menurunkan plang dokter di depan rumah. Walaupun begitu, pasien lamanya tetap mengalir datang. Dia mengaku memperingatkan pasiennya bahwa izinnya telah dicabut. Namun para pasisen “bandel” tetap keras meminta pertolongan. “Saya tak bisa menolak. Orang saja datang ke dukun, nggak apa-apa, kan, (menerima pasien) itu hak asasi saya,” katanya.
Tempo berkunjung di kediamannya yang juga sekaligus tempat praktek anaknya di Bandung, sepasang suami istri keluar dari ruang praktik. “Itu tamu jemaat saya di gereja yang ingin menjadi anak Tuhan Yesus,” kata aktivis gereja Methodist Indonesia Bandung.
Dalam usia 66 tahun dokter Gunawa Simon tampak tua. Uban di kepala dan brewok putih di pipi melengkapi tanda-tanda dimakan umur. Setelah tulang lehernya dioperasi akibat jatuh terpeleset di kamar mandi empat tahun lalu, kesehatannya tak lagi prima. “Sudah tidak bisa bawa mobil sendiri,” kata lelaki penggemar lagu pop itu.
Berbeda dengan foto setengah badan dalam bingkai oval di atas meja ruang kerja sekaligus tempat Gunawan Simon menerima tamu di rumah di Bandung. Seorang lelaki berambut hitam dengan berewok lebat tersenyum menghadap kamera di sebelahnya, Wakil Presiden periode 1978-1983, Adam Malik yang berdiri sama tinggi tampak sambil menahan rasa sakit.“Itu foto waktu pertama kali (Adam Malik) datang ke sini,” katanya.
ahmadtaufik.com
AT, Anwar Siswadi (Bandung)
Untuk informasi lebih lengkap: